- Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu
dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
- Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang
atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan
pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang
dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
- Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.
- Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau
pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang
menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.
- Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan,
pengedaran, atau penyebaran suatu Ciptaan dengan menggunakan alat apa
pun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apa pun
sehingga suatu Ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.
- Perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu Ciptaan, baik secara
keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan
bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan
secara permanen atau temporer.
- Potret adalah gambar dari wajah orang yang digambarkan, baik bersama
bagian tubuh lainnya ataupun tidak, yang diciptakan dengan cara dan
alat apa pun.
Ketentuan Umum
Pada dasarnya, hak cipta merupakan
“hak untuk menyalin suatu ciptaan”. Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang
hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada
umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Hak cipta berlaku pada berbagai
jenis karya seni atau karya cipta atau “ciptaan”. Ciptaan tersebut dapat
mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis
(tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar,
patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam
yurisdiksi tertentu) desain industri. Hak cipta merupakan salah satu jenis
hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak
kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas
penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk
melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
Di Indonesia, masalah hak cipta
diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat ini,
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak
cipta adalah “hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan
atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku” (pasal 1 butir 1).
Lingkup Hak cipta
Lingkup hak cipta diatur didalam bab
2 mengenai LINGKUP HAK CIPTA pasal 2-28 :
·
Ciptaan yang dilindungi (pasal 12), Ciptaan yang dilindungi
adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:
buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang
diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain, ceramah, kuliah, pidato, dan
Ciptaan lain yang sejenis dengan itu, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan
pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama
atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim, seni rupa dalam
segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni
pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan, arsitektur, peta, seni batik,
fotografi, sinematografi, terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database,
dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
·
Ciptaan yang tidak ada Hak Cipta (pasal 13), hasil rapat
terbuka lembaga-lembaga Negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan
atau pidato pejabat Pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim atau
keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.
Hak-hak yang tercakup dalam hak
cipta
Hak eksklusif
Beberapa hak eksklusif yang umumnya
diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk :
- Membuat salinan atau reproduksi
ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya,
salinan elektronik),
- Mengimpor dan mengekspor
ciptaan,
- Menciptakan karya turunan atau
derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan),
- Menampilkan atau memamerkan
ciptaan di depan umum,
- Menjual atau mengalihkan hak eksklusif
tersebut kepada orang atau pihak lain.
Yang dimaksud dengan “hak eksklusif”
dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan
hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak
cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.
Di Indonesia, hak eksklusif pemegang
hak cipta termasuk “kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen,
mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan,
mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan
ciptaan kepada publik melalui sarana apapun”.
Selain itu, dalam hukum yang berlaku
di Indonesia diatur pula “hak terkait”, yang berkaitan dengan hak cipta dan
juga merupakan hak eksklusif, yang dimiliki oleh pelaku karya seni (yaitu
pemusik, aktor, penari, dan sebagainya), produser rekaman suara, dan lembaga
penyiaran untuk mengatur pemanfaatan hasil dokumentasi kegiatan seni yang
dilakukan, direkam, atau disiarkan oleh mereka masing-masing (UU 19/2002 pasal 1
butir 9–12 dan bab VII). Sebagai contoh, seorang penyanyi berhak melarang pihak
lain memperbanyak rekaman suara nyanyiannya.
Hak-hak eksklusif yang tercakup
dalam hak cipta tersebut dapat dialihkan, misalnya dengan pewarisan atau
perjanjian tertulis (UU 19/2002 pasal 3 dan 4). Pemilik hak cipta dapat pula
mengizinkan pihak lain melakukan hak eksklusifnya tersebut dengan lisensi,
dengan persyaratan tertentu (UU 19/2002 bab V).
Perlindungan Hak Cipta
Perlindungan hak cipta pada umumnya
berarti bahwa penggunaan atau pemakaian dari hasil karya tertentu hanya dapat
dilakukan dengan ijin dari pemilik hak tersebut. Yang dimaksud menggunakan atau
memakai di sini adalah mengumumkan, memperbanyak ciptaan atau memberikan ijin
untuk itu.
Pasal 12 ayat 1 :
(1)Dalam Undang-undang ini ciptaan
yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra,
yang mencakup :
a)
buku, program komputer, pamflet,
perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis
lain;
b)
ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan
lain yang sejenis dengan itu ;
c)
alat peraga yang dibuat untuk
kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
d) lagu
atau musik dengan atau tanpa teks;
e)
drama atau drama musikal, tari,
koreografi, pewayangan dan pantomim;
f)
seni rupa dalam segala bentuk
seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung,
kolase, dan seni terapan;
g)
arsitektur;
h)
peta;
i)
seni batik;
j)
fotografi;
k)
sinematografi;
l)
terjemahn, tafsir, saduran, bunga
rampai, data base, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
(2) Ciptaan sebagaimana dimaksud
dalam huruf l dilindungi sebagai Ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak
Cipta atas Ciptaan asli.
(3) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk juga
semua Ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah merupakan suatu
bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan Perbanyakan hasil karya itu.”
Menurut Pasal 1 ayat 8 :
Program komputer adalah sekumpulan
instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk
lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer
akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau
untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk penyiapan dalam merancang
instruksi-instruksi tersebut.
Dan Pasal 2 ayat 2:
Pencipta dan /atau Pemegang Hak
Cipta atas karya sinematografi dan program computer (software) memberikan izin
atau melarng orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut
untuk kepentingan yang bersifat komersial.
Pembatasan Hak Cipta
Pembatasan Hak cipta, Pembatasan
mengenai hak cipta diatur dalam pasal 14, 15, 16 (ayat 1-6), 17, dan 18. Pemakaian
ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila sumbernya disebut
atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan
yang bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan sosial, misalnya, kegiatan
dalam lingkup pendidikan dan ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian dan
pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari
penciptanya. Kepentingan yang wajar dalam hal ini adalah “kepentingan yang
didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu
ciptaan”. Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan ciptaan untuk
pertunjukan atau pementasan yang tidak dikenakan bayaran. Khusus untuk
pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman sumber ciptaan yang dikutip
harus dilakukan secara lengkap. Artinya, dengan mencantumkan sekurang-kurangnya
nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan nama penerbit jika ada. Selain itu,
seorang pemilik (bukan pemegang hak cipta) program komputer dibolehkan membuat
salinan atas program komputer yang dimilikinya, untuk dijadikan cadangan
semata-mata untuk digunakan sendiri.
Selain itu, Undang-undang Hak Cipta
juga mengatur hak pemerintah Indonesia untuk memanfaatkan atau mewajibkan pihak
tertentu memperbanyak ciptaan berhak cipta demi kepentingan umum atau
kepentingan nasional (pasal 16 dan 18), ataupun melarang penyebaran ciptaan
“yang apabila diumumkan dapat merendahkan nilai-nilai keagamaan, ataupun
menimbulkan masalah kesukuan atau ras, dapat menimbulkan gangguan atau bahaya
terhadap pertahanan keamanan negara, bertentangan dengan norma kesusilaan umum
yang berlaku dalam masyarakat, dan ketertiban umum” (pasal 17). Ketika orang
mengambil hak cipta seseorang maka orang tersebut akan mendapat hukuman yang
sesuai pada kejahatan yang dilakukan. Menurut UU No.19 Tahun 2002 pasal
13, tidak ada hak cipta atas hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara,
peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah,
putusan pengadilan atau penetapan hakim, ataupun keputusan badan arbitrase atau
keputusan badan-badan sejenis lainnya (misalnya keputusan-keputusan yang
memutuskan suatu sengketa). Pasal 14 Undang-undang Hak Cipta mengatur
bahwa penggunaan atau perbanyakan lambang Negara dan lagu kebangsaan menurut
sifatnya yang asli tidaklah melanggar hak cipta. Demikian pula halnya dengan
pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita,
lembaga penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan
sumbernya harus disebutkan secara lengkap.
Prosedur Pendaftaran HaKI
Sesuai yang diatur pada bab IV
Undang-undang Hak Cipta pasal 35, pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI), yang kini berada di
bawah [Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia]. Pencipta atau pemilik hak
cipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui konsultan HKI.
Permohonan pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2).
Penjelasan prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di
kantor maupun situs webDitjen HKI. "Daftar Umum Ciptaan" yang
mencatat ciptaan-ciptaan terdaftar dikelola oleh Ditjen HKI dandapat dilihat
oleh setiap orang tanpa dikenai biaya. Prosedur mengenai pendaftaran HAKI
diatur dalam bab 4, pasal 35-44.
UU No. 36 tentang telekomunikasi
Azas dan
Tujuan Telekomunikasi
Telekomunikasi
diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum,
keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri.
Pasal 3
Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan
kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil
dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta
meningkatkan hubungan antarbangsa.
Penyelenggaraan Telekomunikasi
Setelah mengetahui
pasal yang menyebutkan azas dan tujuan di UU no.36 th.1999 disebutkan juga
tentang penyelenggaraan telekomunikasi yaitu:
Pasal 7:
Ayat1:
“Penyelenggaraan telekomunikasi meliputi :
a. penyelenggaraan
jaringan telekomunikasi;
b. penyelenggaraaan
jasa telekomunikasi;
c. penyelenggaraan
telekomunikasi khusus.”
Dari pasal 7 juga
disebutkan dalam ayat 2:”hal-hal yang diperhatikan dalam penyelenggaraan
telekomunikasi sebagai berikut :
a. melindungi
kepentingan dan keamanan negara;
b. mengantisipasi
perkembangan teknologi dan tuntutan global;
c. dilakukan secara
profesional dan dapat dipertanggungjawabkan;
d. peran serta
masyarakat.”
Jadi dalam
penyelenggaraan telekomunikasi dapat dilakukan oleh badan hukum yang didirikan
untuk maksud tersebut berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku
yang dijelaskan pada pasal 8 ayat 1 dan 2:
Ayat 1:
“Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggaraan jasa
telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) huruf a dan huruf b,
dapat dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk maksud tersebut
berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku, yaitu :
a. Badan Usaha Milik
Negara (BUMN);
b. Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD);
c. badan usaha swasta;
atau
d. koperasi;”
Ayat 2:
“Penyelenggaraan Telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat
(1) huruf c, dapat dilakukan oleh :
a. perseorangan;
b. instansi pemerintah
;
c. badan hukum selain
penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa
telekomunikasi;”
Penyidikan, Sanksi Administratif dan Ketentuan Pidana
Ada dua belas
ketentuan dalam undang-undang ini yang dapat dikenai sanksi administratif
berupa pencabutan izin, yang dilakukan setelah diberi peringatan tertulis.
Pengenaan sanksi adminsitrasi dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai upaya
pemerintah dalam rangka pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan
telekomunikasi. Keduabelas alasan yang dapat dikenai sanksi administratif itu
adalah terhadap:
1. Setiap penyelenggara jaringan
telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi yang tidak memberikan
kontribusi dalam pelayanan;
2. Penyelenggara telekomunikasi tidak
memberikan catatan atau rekaman yang diperlukan pengguna;
3. Penyelenggara jaringan telekomunikasi
yang tidak menjamin kebebasan penggunanya memilih jaringan telekomunikasi lain
untuk pemenuhan kebutuhan telekomunkasi;
4. Penyelenggara telekomunikasi yang
melakukan kegiatan usaha penyelenggaraan telekomunikasi yang bertentangan
dengan kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, atau ketertiban umum;
5. Penyelenggara jaringan telekomunikasi
yang tidak menyediakan interkoneksi apabila diminta oleh penyelenggara jaringan
telekomunikasi lainnya;
6. Penyelenggara jaringan telekomunikasi
dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi yang tidak membayar biaya hak
penyelenggaraan telekomunikasi yang diambil dari prosesntase pendapatan;
7. Penyelenggara telekomunikasi khusus
untuk keperluan sendiri dan keperluan pertahanan keamanan negara yang
menyambungkan telekomunikasinya ke jaringan penyelenggara telekomunikasi
lainnya;
8. Penyelenggara telekomunikasi khusus
untuk keperluan penyiaran yang menyambungkan telekomunikasinya ke penyelenggara
telekomunikasi lainnya tetapi tidak digunakan untuk keperluan penyiaran;
9. Pengguna spektrum frekuensi radio dan
orbit satelit yang tidak mendapat izin dari Pemerintah;
10. Pengguna spektrum frekuensi radio dan
orbit satelit yang tidak sesuai dengan peruntukannya dan yang saling menggaggu.
11. Pengguna spektrum frekuensi radio yang
tidak membayar biaya penggunaan frekuensi, yang besarannya didasarkan atas
penggunaan jenis dan lebar pita frekuensi;
sumber :
http://id.wikisource.org
http://www.kemenkumham.go.id
http://www.postel.go.id/content/ID/regulasi/telekomunikasi/uu/uu- ri%20no.36.pdf
0 komentar:
Posting Komentar